the LOVE for I.S.L.A.M

hanya ingin menjadi khilafah sebagaimana semesttinya

Senin, 04 April 2011

MENGAPA MENOLAK PLURALISME ???????

MENGAPA KITA MENOLAK “PLURALISME “ ?
Sebuah Jawaban Mengapa Kita Menolak Agama Selain Islam
Kesatuan Risalah Para Nabi dan Rasul
Salah satu keyakinan yang harus dipegangi oleh seorang muslim adalah keyakinan bahwa (1) agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul adalah satu, dan (2) syari’at-syari’atnya berbeda-beda namun semuanya berasal dari Allah Ta’ala.

Adapun kesatuan risalah dan misi para nabi dan rasul, maka setiap muslim wajib meyakini bahwa : mereka semua diutus untuk (1) menda’wahkan keesaan Allah dan bahwa segala bentuk ibadah dan penghambaan hanya diperuntukkan kepada Allah, (2) menjelaskan jalan dan cara yang benar yang dapat mengantarkan mereka kepada Allah Ta’ala, dan (3) menjelaskan kondisi para makhluq setelah mereka tiba di hadapan Allah Ta’ala.
Pada tiga misi inilah terjadi kesatuan yang begitu kuat di antara para nabi dan rasul. Dan ini pulalah yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw ketika beliau mengatakan : “Sesungguhnya kami para Nabi adalah saudara namun ibunya berbeda-beda, namun agama mereka satu.” (Muttafaqun ‘alaih). Dan ini pulalah ‘agama’ yang diwasiatkan kepada Nuh –’alaihissalam- dan ‘saudara-saudaranya’ : “Dia telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (Asy Syura : 13)
Agama dengan konsep seperti inilah yang juga diistilahkan oleh sebagian ulama dengan Al Islam Al ‘Aam (Islam yang bersifat umum), yaitu penundukan diri hanya kepada Allah dengan segala bentuk keta’atan dan penghambaa, serta berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan. Dan semua Nabi dan Rasul membawa ajaran Al Islam Al ‘Aam ini. Allah Ta’ala mengatakan : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut ” (An Nahl : 36). “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (Al Anbiya’ : 25)

Allah Azza wa Jalla sendiri dalam beberapa ayat Al Qur’an sering mengaitkan Islam dalam pengertian umum ini dengan Nabi Ibrahim –’alaihissalam-. Al Qur’an menyebutnya dengan sebutan hanif. Setidaknya ada 3 hikmah di balik itu :
Pertama, dikarenakan perjuangan beliau yang luar biasa dalam menegakkan ajaran Tauhid dan menghancurkan kesyirikan. Dan kisah tentang itu tidak ada seorang yang dapat mengingkarinya.
Kedua, dikarenakan keistimewaan yang diberikan Allah pada anak keturunan beliau. Yang disebutkan Allah dalam Al Qur’an ada 18 anak keturunan beliau yang dianugrahkan peringkat kenabian oleh Allah Ta’ala. Dari jalur putranya Isma’il lahir Muhammad saw. Sedangakan jalur putranya yang lain, Ishaq lahir Ya’qub, Yusuf, Ayyub, Dzulkifli, Musa, Harun, Ilyas, Al Yasa’, Yunus, Dawud, Sulaiman, Zakariyya, Yahya dan ‘Isa –’alaihimussalam-. Itulah sebabnya beliau juga disebut sebagai Abu Al Anbiya’ (bapak para Nabi).
Ketiga, kehanifan (konsistensi di atas Tauhid dan ketegasan terhadap kesyirikan) beliau sekaligus membantah pengakuan kaum Yahudi dan Nashrani yang menyatakan bahwa mereka berada di atas millah (agama) Nabi Ibrahim. Itulah sebabnya Allah mengatakan : “Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?” Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan” (Al Baqarah : 140).Dan dalam Al Qur’an bantahan atas pengakuan kaum Yahudi dan Nashrani bahwa mereka menganut agama Ibrahim berulang kali diulangi oleh Allah Ta’ala. Suatu hal yang menunjukkan bahwa mereka bukanlah pewaris risalah Nabi Ibrahim –’alaihissalam-.

Kesimpulannya adalah bahwa –berdasarkan Islam dalam pengertiannya yang umum ini- maka seluruh pengikut para Nabi dan Rasul adalah muslim. Pengikut Taurat sebelum mengalami penyimpangan dan perubahan adalah muslimun yang hunafa’ (jamak dari hanif) dan sejalan dengan millah Ibrahim. Kemudian ketika Nabi ‘Isa –’alaihissalam- diutus, maka para pengikut Taurat yang beriman kepada Nabi ‘Isa dan mengikuti risalahnya, maka mereka pun disebut muslimun yang hunafa’ dan sejalan dengan millah Ibrahim. Adapun yang tidak beriman kepada ‘Isa dan risalahnya maka ia adalah kafir dan tidak dapat disebut sebagai seorang muslim. Dan akhirnya, ketika Allah Ta’ala mengutus Muhammad saw dengan membawa risalah penutup bagi kelanjutan millah Ibrahim yang ditujukan kepada seluruh penduduk bumi, maka para Ahlul kitab sebelum Al Qur’an tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti syari’at Muhammad saw. Siapa yang tidak mau mengikutinya, maka ia tidak dapat disebut sebagai seorang muslim, hanif dan pengikut agama Ibrahim. Pada saat itu keyahudian dan kenasranian mereka tidak lagi berguna dan tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala. Millah Ibrahim yang hanif itu –setelah datangnya Muhammad saw- hanya terdapat dalam agama yang dibawa oleh Muhammad saw. Itulah sebabnya, ketika orang-orang Yahudi dan Nashrani mengajak pengikut Muhammad saw untuk menjadi Yahudi atau Nashrani, kaum muslimin justru diperintahkan untuk mengatakan : “Millah Ibrahim-lah yang hanif.” Allah berfirman : “Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah: “Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”.Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya`qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. ( Al Baqarah : 135-136)

Inilah prinsip risalah samawiyah yang tidak pernah dan tidak akan pernah mengalami perubahan hingga akhir zaman. Adapun syari’at-syari’at yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul itu semuanya berasal dari Allah, namun ia berbeda-beda bentuk pengamalannya. Allah Azza wa Jalla mengatakan : “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan (syir’ah) dan jalan yang terang (minhaj).” (Al Ma’idah : 48). Itulah sebabnya –berbeda dengan tabi’at prinsip risalah samawiyah yang tidak mungkin berubah-, tabi’at setiap syari’at-syari’at itu bisa mengalami naskh (penghapusan keberlakuannya), takhshish (pengkhususan terhadap keumumannya), dan ijtihad.
Itu pula sebabnya, mengapa syari’at setiap Rasul itu berbeda dengan risalah Rasul yang lain. Ada hukum ibadah dalam syari’at seorang Rasul berakhir dan ternasakh oleh syari’at Rasul yang datang sesudahnya. Ada pula –setelah datangnya Rasul yang lainnya- mengalami perubahan pada waktu, atau kaifiyat, atau kadarnya. Ada yang dalam syari’at yang diturunkan kemudian berubah menjadi lebih ringan dari yang ditetapkan dalam syari’at sebelumnya, atau sebaliknya. Ada pula yang ditetapkan dalam syari’at Rasul yang baru padahal sebelumnya belum pernah dikenal dalam syari’at Rasul yang lain.
Demikianlah tabi’at syari’at para Rasul yang berbeda-beda. Hingga akhirnya, Allah Azza wa Jalla mengutus Muhammad saw dengan membawa syari’at pamungkas yang berlaku hingga akhir zaman. Tidak ada satupun kebaikan yang terdapat dalam syari’at sebelumnya, melainkan semuanya telah terangkum dalam syari’at Muhammad saw. Itulah sebabnya, ia menasakh seluruh syari’at samawiyah yang pernah diturunkan Allah Ta’ala.

Mengapa Kita Mengkafirkan Ahlul Kitab dan Mengeluarkan Mereka Dari Lingkaran Agama Ibrahim ?
Semoga jawaban atas pertanyaan ini dapat menjelaskan kepada kita ; mengapa seorang muslim harus meyakini kekafiran kaum Yahudi dan Nashrani secara khusus, dan pengikut agama lainnya secara umum.
Kaum Yahudi dan Nashrani –yang sering pula disebut dengan Ahlul Kitab- adalah kaum yang telah sangat jelas mengkhianati dan menyimpang dari millah Ibrahim –’alaihissalam-. Pada saat mereka mengajak kaum muslimin untuk bersatu di bawah syi’ar millah Ibrahim, justru merekalah yang menginjak-injak kebenaran agama Ibrahim.

Berikut ini adalah bukti nyata akan hal tersebut :
Pertama, agama Ibrahim menyerukan ajaran Tauhidullah. Para Nabi dan Rasul datang silih berganti, semuanya untuk menegakkan risalah tauhid. Lihatlah apa yang dilakukan oleh kaum Yahudi :
“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah( At Taubah : 30 )
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya”. Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah olehmu azab yang membakar.” (Ali Imran : 181)
“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila`nat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.” (Al Ma’idah : 64)
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), (An Nisa’ : 150)

Kemudian lihat pula apa yang dilakukan oleh kaum Nashrani :
“…Dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At Taubah : 30)
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (Al Ma’idah : 72) –Perhatikanlah bagaimana kaum Nashrani disebut sebagai kaum yang mempersekutukan Allah Ta’ala !-.
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al Ma’idah : 73)
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, `Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.” (An Nisa’ : 171)

Setelah melewati ayat-ayat yang sangat jelas ini –sedemikian jelasnya sehingga tidak memerlukan penakwilan sedikitpun, sebab orang awam pun dapat memahaminya dengan baik- kita sungguh-sungguh heran mengapa para ‘pejuang’ pluralisme yang mengaku muslim masih saja keras kepala dan menganggap Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah saw sama dengan agama Yahudi dan Nashrani yang saat ini diyakini oleh pemeluknya.
Ayat-ayat di atas menjadi bukti bahwa mereka bukanlah pengikut millah Ibrahim yang hanif itu. Oleh karena itu, mereka tidak mempunyai hak sedikitpun mengaku-ngaku sebagai pengikut millah Ibrahim. Maka dari sisi ini saja, tidak ada celah dan peluang menyetujui ide pluralisme. Kecuali bila Anda ingin mengikuti millah lain selain millah Ibrahim.

Kedua, agama Ibrahim mengajarkan untuk mengimani seluruh rasul yang diutus oleh Allah Ta’ala. Dalam agama Ibrahim, Anda tidak dibenarkan mengingkari satupun nabi dan rasul yang pernah diutus Allah. Jumlah para nabi –sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dzar –radhiallahu ‘anhu- adalah 124.000 orang. 315 orang diantaranya adalah rasul. Dan 25 orang diantaranya dikisahkan oleh Allah Azza wa Jalla di dalam Al Qur’an. Dan 5 orang diantaranya diberi gelar ulul ‘azmi. Silsilah kenabian dan kerasulan itu bermula dari Adam –’alaihissalam- (sebagian ulama menganggap beliau nabi sekaligus rasul, walaupun yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa Nuh-lah rasul pertama) dan ditutup oleh Muhammad saw. Mereka semua sepakat untuk menda’wahkan satu millah : mentauhidkan Allah Ta’ala beserta seluruh perkara yang menjadi konsekwensinya.
Siapapun yang melanggar prinsip ini, maka ia telah keluar dari millah Ibrahim. Siapapun yang mengingkari dan tidak mau beriman dengan salah satu saja dari para nabi dan rasul itu, maka ia telah kafir dan tidak dapat dianggap sebagai pengikut millah Ibrahim. Siapapun yang kafir kepada salah satu dari mereka, berarti telah kafir pula kepada Dzat yang mengutus mereka semua ; Allah Ta’ala.
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (An Nisa’ : 150-151)

Itulah sebabnya, Allah Ta’ala menganggap kaum Nuh –alaihissalam- telah kafir terhadap seluruh rasul hanya karena menolak untuk beriman kepada beliau seorang. Allah mengatakan : “Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.” (Asy Syua’ara : 105). Apa pasal ? Bukankah di masa itu, tidak ada –bahkan belum ada- seorang rasul pun selain Nuh –’alaihissalam- ? Jawabnya adalah prinsip di atas.
Oleh karena itu berdasarkan prinsip ini, kaum Yahudi telah kafir karena mengingkari ‘Isa dan Muhammad –’alaihimassalam- dan kaum Nashrani telah kafir karena mengingkari Muhammad saw. Terlalu jelas untuk diingkari. Allah Ta’ala berfirman tentang mereka : “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah : 138)

Hal lain yang melanggar prinsip ini yang justru dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nashrani adalah melemparkan tuduhan keji kepada para nabi dan rasul. Kaum Yahudi menuduh Nabi Sulaiman telah murtad dan menyembah berhala, Nabi Harun membuat patung sapid an menyembahnya, Nabi Luth telah meminum khamar hingga berzina dengan putrinya sendiri, Nabi Ya’qub melakukan pencurian, dan Nabi Dawud berzina hingga lahirlah Nabi Sulaiman. Sementara kaum Nashrani menyebut semua nabi dari kalangan Bani Israil adalah para pencuri dan menuduh kakek dari Nabi Sulaiman yang bernama Faridh adalah keturunan Yahudz ibn Ya’qub sebagai anak zina. Dan berbagai tuduhan lainnya. Tentu saja ini salah satu bentuk kekufuran yang tidak dapat ditolerir.

Dan yang tak kalah pentingnya, yang menyebabkan kaum Yahudi dan Nashrani dianggap telah mengingkari dan keluar dari prinsip ini adalah tindakan mereka menafikan kemanusiaan salah satu dari para nabi dan rasul itu dengan mempertuhankan mereka. Perbuatan ini telah ditegaskan dengan sangat jelas oleh Al Qur’an : “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At Taubah : 30)

Demikianlah penjelasan mengapa setiap pribadi yang mengaku diri sebagai seorang muslim harus meyakini benar kekafiran kaum Yahudi dan Nashrani, dan itulah jawaban terhadap pertanyaan : “Mengapa kita menolak agama selain Islam ?”. Itu pula yang menjadi sebab mengapa kita menolak segala usaha untuk menyebarkan ide pluralisme.
Apakah keyakinan kita akan hal ini kemudian menghalangi kita untuk berbuat baik dan adil kepada orang kafir ? Di sinilah kaum pluralis banyak terjebak dan salah paham. Mereka seringkali melakukan generalisasi. Mereka menganggap bahwa dengan keyakinan di atas, seorang muslim akan melakukan segala cara untuk ‘melibas’ orang kafir. Padahal disinilah letak salah satu keindahan Islam. Allah Ta’ala berpesan : “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al Mumtahanah : 8). Maka selama Anda tidak memerangi kaum muslimin dan tidak mengusir mereka dari negrinya, jaminan keadilan itu akan Anda peroleh. Namun jika Anda melanggarnya, maka Anda tentu saja harus mendapatkan balasan yang setimpal.

Penutup
Ada baiknya bila dalam bagian penutup tulisan sederhana ini, kami menitipkan sebuah pesan kepada kaum pluralis secara khusus dan kaum muslimin secara umum. Jangan pernah melupakan petunjuk Al Qur’an tentang bahaya kaum Yahudi dan Nashrani. Bila Anda lebih banyak menonjolkan ayat-ayat yang –menurut istilah Anda- ‘inklusif’, maka jangan pula lupakan ayat-ayat ‘eksklusif’. Persis sama ketika Anda membaca ayat-ayat tentang rahmat dan kasih sayang Allah, maka baca pulalah ayat-ayat tentang adzab dan kemurkaan Allah Ta’ala.
Jangan pernah melupakan sunnatullah, bahwa yang haq dan yang bathil akan selalu bertarung hingga akhir zaman. Yang haq didukung oleh wahyu ilahi, sedangkan yang bathil didukung oleh wahyu syaithany.
Jangan pernah melupakan pelajaran-pelajaran besar dari sejarah masa lalu. Siapakah yang membantu kaum kafir Quraisy dari dalam kota Madinah untuk memerangi kaum muslimin ? Ahlul kitab. Siapakah yang menyalakan kobaran api perang salib selama dua ratus tahun lamanya ? Ahlul kitab. Siapakah yang menginjak-injak Andalusia ? Siapakah yang mengusir kaum muslimin dari bumi suci Palestina ? Siapakah yang membombardir bumi Afghan dan Irak hingga ribuan muslim kehilangan nyawanya, dan itu semua dengan alasan yang tidak pernah terbuktikan hingga detik ini ? Semuanya dilakukan oleh Ahlul kitab. (Ma’af, Anda jangan menganggap ini pernyataan yang terlalu emosional, sebab semua ini tidak lebih sekedar kumpulan fakta dan kenyataan).
Bagaimana mungkin akal sehat dan hati nurani Anda masih bisa tertipu dengan ide pluralisme ?? Syekh Muhammad Al Qahthany dalam Al Wala’ wa Al Bara’ menyatakan bahwa orang-orang yang mengira bahwa ada celah untuk bersatu dan bahu membahu dengan Ahlul kitab untuk melawan apa yang disebut musuh bersama adalah orang yang tidak pernah membaca dengan benar petunjuk-petunjuk Al Qur’an. Seandainyapun mereka membacanya, pemahaman mereka akan bercampur aduk antara dakwah Islam yang sangat toleran dengan pemberian loyalitas kepada orang kafir.
Kaum pluralis nampaknya harus lebih banyak belajar memahami tabi’at peperangan antara Islam dan kekufuran, serta tabi’at Ahlul kitab sepanjang sejarah yang telah diabadikan dalam Al Qur’an.
Ya Allah, perlihatkanlah kepada kami bahwa yang haq itu haq, dan karuniakan kepada kami kemauan dan kemampuan untuk mengikutinya.
Ya Allah, perlihatkanlah kepada kami bahwa yang batil itu batik, dan karuniakan kepada kami kemauan dan kemampuan untuk menjauhinya.
Ya Allah, matikanlah kami di atas Islam dan As Sunnah ! Amin.

http://abuubaidillahgorontalowiy.wordpress.com/2008/03/15/bahaya-pluralisme/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut